Senin, 22 April 2013

Episode Akhir Hidup Raden Adjeng Kartini


“Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?“

Pertanyaan ini diajukan Kartini kepada Kyai Haji Muhammad Sholeh bin Umar, atau lebih dikenal dengan Kyai Sholeh Darat, ketika berkunjung ke rumah pamannya Pangeran Ario Hadiningrat, Bupati Demak. Waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga dan Kartini ikut mendengarkan bersama para raden ayu lainnya dari balik tabir. Karena tertarik pada materi pengajian tentang tafsir Al-Fatihah, setelah selesai Kartini mendesak pamannya agar bersedia menemaninya untuk menemui Kyai tersebut.

Tertegun mendengar pertanyaan Kartini, Kyai balik bertanya,
“Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?“
“Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?“

Ibu Kartini muda yang di kala itu belajar Islam dari seorang guru mengaji, memang telah lama merasa tidak puas dengan cara mengajar guru itu karena bersifat dogmatis dan indoktrinatif. Walaupun kakeknya Kyai Haji Madirono dan neneknya Nyai Haji Aminah dari garis ibunya, M. A. Ngasirah adalah pasangan guru agama, Kartini merasa belum bisa mencintai agamanya. Betapa tidak? Beliau hanya diajar bagaimana membaca dan menghapal Al-Qurâ’an dan cara melakukan shalat, tapi tidak diajarkan terjemahan, apalagi tafsirnya. Pada waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang mempelajari Al-Qur’an asal jangan diterjemahkan.

Tergugah dengan kritik itu, Kyai Sholeh Darat kemudian menterjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Jawa dan menuliskannya dalam sebuah buku berjudul Faidhir Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Ibu Kartini saat beliau menikah dengan R. M Joyodiningrat, Bupati Rembang pada tanggal 12 November 1903.
Kyai Sholeh Darat keburu meninggal pada tanggal 18 Desember 1903 pada saat baru menterjemahkan satu jilid tersebut. Namun dari informasi Ilahi yang tampaknya terbatas itu pun sudah cukup membuka pikiran Ibu Kartini mengenai Islam dan ajaran-ajarannya.

Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau adalah ketika membaca tafsir Surat Al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata beliau dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht. Ungkapan itu sebenarnya terjemahan bahasa Belanda dari petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala yaitu Minadz Dzulumaati Ilan Nuur yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 257. Oleh Armijn Pane, ungkapan itu diterjemahkan dalam bahasa Melayu atau Indonesia sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang. Padahal jika berangkat dari petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala tersebut lebih tepat dimaknai sebagai Dari Kegelapan Menuju Cahaya, yang dapat ditafsirkan sebagai dari pemikiran yang tak terarah menuju pemikiran yang dilandasi hidayah Iman dan Islam?.

Petikan firman Allah Subhanahu wa Ta`ala dalam Surat Al-Baqarah ayat 257 tersebut sebenarnya untuk menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang yang mendapat hidayah Iman dan Islam, di mana dia mendapatkan informasi yang sangat terang dan masuk dalam kalbunya mengenai kebenaran yang hakiki dari Tuhannya. Kondisi seperti itulah yang dialami oleh Ibu Kartini menjelang akhir hidupnya.
Oleh sebab itu penulis membagi perjalanan hidup Ibu Kartini yang mengalami pencerahan dalam dua fase, yaitu fase pra dan selama-pasca mendapat hidayah. Momen perubahannya adalah pada saat beliau menghadiri pengajian tafsir Al-Qurâ an yang diberikan oleh Kyai Sholeh Darat tersebut.

Dalam fase pertama, yaitu fase pra-hidayah, Ibu Kartini mendapat pencerahan tentang perlunya mendobrak adat-adat lokal, baik perilaku yang mengistimewakan keturunan ningrat daripada keturunan rakyat biasa maupun yang mengekang hak-hak wanita pada umumnya. Menurut beliau, setiap manusia adalah sederajat dan mereka berhak mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan khusus untuk wanita, mereka memiliki hak misalnya untuk memperoleh pendidikan sekolah, hak untuk melakukan aktivitas keluar rumah, hak untuk memilih calon suami. Namun di lain pihak Ibu Kartini juga berusaha untuk menghindar dari pengaruh budaya Barat walaupun juga mengakui bahwa perlu belajar dari Barat karena lebih maju dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam fase ini Ibu Kartini juga mengajukan kritik dan saran kepada Pemerintahan Hindia Belanda.

Dalam fase kedua, yaitu selama dan pasca mendapatkan hidayah, beliau mendapat pencerahan tentang agama yang dianutnya, yaitu Islam. Bahwa Islam, jika ajaran-ajarannya diikuti dengan benar sesuai dengan Al-Quran, ternyata membawa kehidupan yang lebih baik dan memiliki citra baik di mata umat agama lain. Ibu Kartini menulis dalam surat-suratnya, bahwa beliau mengajak segenap perempuan bumiputra untuk kembali ke jalan Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat lain memandang agama Islam sebagai agama yang patut dihormati.
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902].
Klimaksnya, nur hidayah itu membuatnya bisa merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh kebanyakan pejuang feminisme dan emansipasi, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu. Ibu Kartini menulis: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Pikiran beliau ini mengalami perubahan bila dibandingkan dengan pada waktu fase sebelum hidayah, yang lebih mengedepankan keinginan akan bebas, merdeka, dan berdiri sendiri. Ibu Kartini menulis: “Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup di dalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri.” [Surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899].

Tidak hanya itu, nur hidayah itu juga bisa menyebabkan perubahan sikap beliau terhadap Barat yang tadinya dianggap sebagai masyarakat yang paling baik dan dapat dijadikan contoh. Ibu Kartini menulis, “Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902].

Dan yang lebih penting lagi, beliau menjadi sadar terhadap upaya kristenisasi secara terselubung yang dilakukan oleh teman-temannya. Ibu Kartini menulis, “Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi?… Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan?” [Surat Kartini kepada E. E. Abendanon, 31 Januari 1903].
Allah Subhanahu wa Ta`ala Maha Berkehendak dengan menggariskan hidup Ibu Kartini yang terbilang cukup pendek, 25 tahun, yaitu empat hari setelah melahirkan putranya, R. M. Soesalit. Dia juga mentakdirkan hidup Kyai Sholeh Darat tidak cukup panjang untuk menuntaskan buku tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Jawanya, sehingga informasi mengenai Al-Qur’an yang diterima oleh Ibu Kartini masih terbatas. “Manusia itu berusaha, Allah-lah yang menentukan” [Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, Oktober 1900].

Namun sebenarnya itu sudah cukup untuk memberikan gambaran bagaimana sebenarnya visi Ibu Kartini sebagai sosok muslimah, terutama pada masa-masa akhir hidupnya, yaitu fase selama dan pasca hidayah. Itu pun juga cukup bagi kita untuk bisa memahami mengapa beliau pada akhirnya merasa ikhlas menjadi isteri keempat Bupati Rembang, yang kemudian justru mendukung semua cita-cita perjuangannya dalam pendidikan terhadap kaum wanita, yaitu dengan mendirikan sekolah wanita di Kabupaten Rembang. Kartini menulis mengenai suaminya, “Akan lebih banyak lagi yang saya kerjakan untuk bangsa ini bila saya ada di samping seseorang laki-laki yang cakap, yang saya hormati, yang mencintai rakyat rendah sebagai saya juga. Lebih banyak, kata saya, daripada yang dapat kami usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri. “ ? [Habis Gelap Terbitlah Terang, hlm. 187].

Dan itu juga cukup untuk dapat kita bayangkan, bahwa (semoga) Ibu Kartini wafat dalam keadaan husnul khotimah, setelah sebelumnya diombang-ambingkan oleh berbagai pemikiran teman-temannya, dan walaupun banyak orang mengulas kumpulan tulisannya dari berbagai sudut pandang dan agama.

Namun yang juga sangat penting buat kita muslimah generasi penerusnya adalah pesan-pesan beliau secara tersirat agar kembali kepada fitrahnya dan selalu berpegang pada Al-Qur’an (dan Hadits). Al-Qur’an harus selalu dibaca, dipelajari, dihapalkan, dimengerti maknanya, dan diamalkan, agar benar-benar meninggalkan kegelapan menuju cahaya. Ajakan beliau ini lebih mendasar dan tentu lebih bermanfaat daripada mengedepankan isu-isu tentang feminisme dan kesetaraan gender, misalnya yang pada dasarnya merupakan konsep Barat. Lagipula, sikap yang mempercayai bahwa sesuatu yang berasal dari Barat itu paling baik, justru digugat oleh Ibu Kartini sendiri.

Allah Yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Qur’an, di mana salah satu kehendak-Nya adalah justru untuk mengangkat harkat dan martabat wanita. Pada dasarnya, gerakan emansipasi perempuan dalam sejarah peradaban manusia sebenarnya dipelopori oleh risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi wa Sallam tersebut.

Hingga di sini, marilah kita merenung kembali, apakah kita semua telah mengikuti pesan dan teladan Ibu Kartini tersebut?

Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah”. (surat Kartini ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903)
dari berbagai sumber

sumber buku : Seabad Kontroversi Sejarah, Asvi Warman Adam, Ombak, 2007, hal 14 – 20.

Minggu, 17 Februari 2013


Mengapa Parenting ... ?


Oleh
Ayah Dedy Andrianto,
Praktisi pendidikan, motivator guru dan orang tua



Assalamu’alaikum wr. Wb.
Ibu dan ayah yang berbahagia, saat ini istilah Parenting menjadi sesuatu trend yang banyak dibicarakan di masyarakat. Parenting merupakan pendidikan untuk para orang tua dalam mendidik anak. Lho apakah perlu ? Kok baru akhir-akhir ini ramai dibicarakan? Orang tua kita dulu tidak ada sekolah parenting juga bisa mendidik anak ? Mengapa sekarang menjadi perlu ?
Pertanyaan itu bisa kita jawab dengan berpikir ulang; 
Dulu, orang tua kita menasehati putra putrinya cukup sekali dua kali saja, dan mereka menurut. Bagaimana dengan anak-anak kita sekarang? Nah adakah bedanya dengan sekarang?.... Lingkungan anak kita,  terlalu banyak pembanding jika dibandingkan dengan jaman dulu, seperti stasiun TV yang semakin banyak dan acara yang semakin variatif. sehingga menjadikan banyak pertanyaan, pertimbangan, alasan, bahkan jawaban yang kreatif dari anak-anak kita, namun sayangnya kita tidak siap dengan pertanyaan atau alasan mereka. 
Kesibukan orang tua, khususnya para Ibu, jika dibandingkan pada  jaman dulu sangat berbeda. Dahulu para ibu masih banyak waktu mengurus anak dan keluarga. Namun sekarang, dampak emansipasi, kesulitan ekonomi, menjadikan kuantitas dan kualitas pengasuhan menjadi berkurang.
Teknologi informasi yang semakin canggih, tidak terkejar oleh para orang tua, sehingga semakin sulit kita mendampingi anak-anak kita

Yang jelas, masa yang beda, seharusnya menjadikan cara yang beda pula, namun banyak dari para ibu dan ayah yang menganggap hal ini adalah persoalan yang sepele. Sampai akhirnya menyadari setelah anak bermasalah.
Sulit memang,... tapi kita harus yakin ; PASTI BISA.... karena Alloh selalu bersama hambanya yang selalu yakin akan Kebesaran Alloh.
Ingat pesan orang bijak : ”Didik dan persiapkanlah anak-anakmu, sesuai zamannya, karena mereka diciptakan untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu” (Ali bin Abi Thalib ra)
Sehingga dalam mendidik anak, kita memerlukan cara yang tepat sesuai zamannya, maka konsekwensinya kita harus selalu belajar dan belajar.

KOMUNIKASI EFEKTIF Membentuk Pribadi Anak 

Perumpamaan dalam pengasuhan :
7 tahun pertama, anak adalah ’raja’
7 tahun kedua, anak adalah ’pembantu’
7 tahun ketiga, anak adalah ’menteri’
Jika orang tua mengabaikan dan tidak memahami anak di usia 7 tahun pertama, maka mereka akan kesulitan berkomunikasi, kesulitan menasehati, kesulitan mendidik anak di 7 tahun ke dua. Dan akan mendapatkan banyak persoalan di 7 tahun ketiga. 
Maka dalam parenting, memahami anak di 7 tahun pertama menjadi masa yang sangat menentukan.

Berkomunikasi dengan Anak (usia 0 – 18 Tahun)
berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai.
Untuk membuat anak merasa nyaman saat berkomunikasi dengan ibu dan ayah, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut:
Dengarkan apa yang diceritakan ananda dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya.
Saat ananda sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang ibu-ayah lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan.
Ulangi cerita ananda untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak.
Bantu ananda mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan. 
Bimbing ananda untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya.
Emosi ananda yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan. 
Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan.
Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini.


Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Ibu-Ayah Ketika Berkomunikasi dengan Anak

I. Yang tidak boleh dilakukan:

A. 12 gaya berkomunikasi berikut ini:
1. Memerintah tanpa contoh 7.    Menyalahkan
2. Meremehkan         8.    Menasehati/menggurui
3. Membandingkan 9.    Membohongi
4. Memberi julukan negatif 10.  Menghibur
5. Mengancam         11.  Mengkritik
6. Menyindir         12.  Menyelidik

Bila salah satu gaya itu dilakukan, maka:
- Anak usia dini tidak percaya pada perasaannya sendiri.
- Anak usia dini tidak percaya diri. 

B. Berbicara tergesa-gesa.
        Karena:
 - Kemampuan anak usia dini menangkap pesan masih terbatas.
 - Tidak memberi kesempatan pada anak usia dini untuk memahami pesan.
        Bila hal tersebut dilakukan, maka:
        - Anak usia dini tidak memahami pesan. 
        - Terjadi banyak kesalahan dalam proses pengasuhan, akhirnya ibu-ayah jadi sering marah.

II. Yang boleh dilakukan: 

A. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak).
        Karena:
- Bahasa tubuh atau perilaku anak lebih mudah dilihat dan tidak pernah berbohong.
- Bahasa tubuh lebih nyata dibandingkan dengan bahasa lisan.
Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka:
- Kita tidak akan memahami anak.
- Anak usia dini lebih mudah emosi/marah.

B. Mendengarkan ungkapan perasaan anak.
Dengan kita mendengarkan ungkapan perasaan anak berarti:
- Mengurangi emosi anak.
- Merangsang kemampuan berbicara.
Caranya:
- Kita ikut merasakan kesedihan, kegelisahan, dan kesenangan anak.

C. Mendengarkan aktif.
Untuk membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya..
Caranya:
- Dengarkan dengan sungguh-sungguh sepenuh perasaan.
- Wajah ibu-ayah menghadap langsung ke wajah anak, dengan pandangan mata sejajar.

D. Menggunakan “pesan saya….”. 
Untuk melatih anak memahami perasaan orang lain.
Caranya:
- Ungkapkan perasaan sayang (positif) ibu-ayah kepada anak. Contoh, ”Ibu khawatir kalau kamu berlari-larian seperti itu, nanti kamu bisa terjatuh, Nak. Pesan Ibu, berjalan pelan saja ya Nak” Atau, “Ayah sayang kamu, Nak. Karena itu Ayah sedih kalau kamu suka memukul temanmu, Pesan ayah, sayangi temanmu ya Nak. ”

E. Menggunakan kata motivasi
Gunakan kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” untuk menggantikan kata ”jangan” dan ”tidak”. Catatlah berapa kali dalam sehari ibu dan ayah menggunakan kata ”tidak”, ”sudah”, ”berhenti”, ”jangan”, ”tunggu”, ”ayah/ibu bilang apa”. Gantilah kata-kata tersebut dengan kata-kata positif dalam komunikasi:
- Untuk memberikan motivasi dan dukungan, kata ”ayo”, ”coba”, ”mari”, ”silakan” dapat membantu anak usia dini mencoba melakukan. Sedangkan kata ”jangan” dan ”tidak boleh” kadang malah dapat mendorong anak melakukan perlawanan, penolakan atau ingin mencoba. Contoh kalimat larangan, ”Jangan naik pohon, nanti jatuh!”
Dapat diganti dengan kalimat ajakan, “Ayo, kita bermain di bawah pohon saja, pasti lebih menyenangkan.”
- Untuk menggantikan kalimat larangan harus diberikan pilihan yang dapat dipilih anak. Misalnya, seorang anak bernama Ade, meloncat-loncat di atas kursi, maka kalimat yang kita gunakan, misalnya, “Ade boleh duduk di atas kursi atau boleh meloncat di atas karpet ini.”

F. Menggunakan kalimat dan kata-kata positif.
Mengajak dengan menggunakan kalimat positif dan melarang dengan alasan yang bisa dipahami anak. 
Contoh:
- Anak mau naik pohon yang basah karena hujan. 
Kalimat yang biasa digunakan adalah, ”Kamu jangan naik pohon, nanti jatuh.” Sebaiknya ganti dengan kalimat, ”Nak, coba lihat, pohon ini licin karena hujan semalam,  kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau naik pohon ini.” Atau, ”Pohon ini licin karena hujan semalam, kamu bisa terpeleset dan jatuh kalau memanjatnya, jadi sebaiknya kamu tidak naik pohon ini.” 
- Anak berjalan dengan menyeret selimutnya. 
Kalimat yang biasa digunakan, ”Selimutnya jangan diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Gantilah dengan kalimat positif berikut, ”Maaf, Nak, selimutnya sebaiknya tidak diseret-seret begitu, nanti jadi kotor.” Atau, ”Maaf, Nak, angkat selimutnya supaya tetap bersih.”

G. Membiasakan mengucapkan kata “terima kasih”, “permisi”, ”maaf” dan ”minta tolong” pada anak sesuai dengan kejadiannya.
Contoh:
- “Terima kasih ya, Nak, Bunda dibantu merapikan mainan.”
- “Permisi ya, Nak, Ibu ke dapur sebentar.” 
- “Maaf, Nak, kita bermainnya sudah cukup dulu, sekarang waktunya mandi.” 
- “Nak, Ayah minta tolong, sampahnya dibuang di tempat sampah, ya.” 

H. Mengembangkan pertanyaan terbuka.
Untuk melatih berpikir kritis dan kecerdasan anak usia dini.
Caranya:
- Ajari anak membedakan perbuatan baik dan buruk.
Contoh, ketika anak menonton film kartun Tom and Jerry, tanyakan kepadanya, ”Nak, menurutmu, perbuatan Tom dan Jerry yang selalu berkelahi itu, baik apa tidak ya? Sebaiknya bagaimana, ya?”
- Ajari anak membedakan benar dan salah.
Contoh, ”Nak, sebaiknya kita membuang sampah di mana, ya?”

I. Menggunakan kata-kata yang benar.
Untuk melatih anak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa yang benar, kita tidak dibenarkan mengikuti atau menirukan kata-kata  anak yang masih belum jelas, atau pemenggalan kata yang tidak utuh. Contoh: kata ”mam-mam” untuk ”makan”, ”embin” atau ”obin” untuk ”mobil”, dan sebagainya. 
Jadi, kita harus mengucapkan kata dengan istilah yang sebenarnya dan jelas. Contoh, kita mau meminta anak usia dini menirukan kata ”makan”. Jangan katakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus ma....” (mengharap anak melanjutnya dengan suku kata ”kan”). Seharusnya kita mengatakan, ”Nak, agar kamu jadi kuat dan sehat, kamu harus makan. Harus apa, Nak?”, dengan harapan anak akan mengatakan ”makan”. Jadi, gunakan kata yang utuh.


J. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua.
Apa yang dilihat anak akan dilakukan, karena anak lebih percaya pada apa yang dilihat daripada didengar. Jadi, sebaiknya ibu dan ayah memberikan contoh perbuatan secara langsung pada anak.
Antara lain:
- Pembiasaan menggosok gigi saat anak telah tumbuh giginya. Ibu dan ayah menggosok gigi di dekat anak, anak diberikan sikat gigi yang sesuai dan dapat memotivasinya untuk mencoba, semisal sikat gigi dengan bentuk dan gambar-gambar lucu.
- Pembiasaan membuang sampah di tempat sampah. Ibu dan ayah menunjukkan sambil berkata, ”Kalau membuang sampah harus di tempat sampah.”
- Pembiasaan merapikan mainan. Ibu dan ayah memberikan contoh merapikan mainan, lalu anak diminta melanjutkan sampai tuntas. Atau, ibu-ayah mengajak dan anak merapikan mainan bersama-sama, ”Nak, ayo kita simpan kembali mobil-mobilan ini di kotak mainannya.” 
- Pembiasaan membaca. Ibu dan ayah seringlah membaca buku, majalah, atau koran di dekat anak. Sediakan buku cerita bergambar yang sesuai dengan usia anak untuk merangsang anak tertarik dengan buku dan akhirnya jadi gemar membaca.











Rabu, 09 Januari 2013



KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah segala puji hanya milik Alloh Tuhan Semesta Alam yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya bagi kita semua. Shalawat & salam marilah senantiasa kita sanjungkan kepada insan mulia Nabi Muhammad SAW.
Tahun 2012 adalah awal bagi Sekolah Dasar Islam Cahaya Ilmu untuk memulai sebuah sebuah langkah memberikan pendidikan yang berpusat kepada kepentingan anak didik dengan mengembangkan metode pembelajaran yang diharapkan dapat membuat anak-anak menjadi insan-insan pembelajar sepanjang hayat.
Teringat sebuah cerita yang disampaikan oleh Profesor Dr. Nurcholis Madjid dalam pengantar buku ; “Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru, 70 tahun Prof. Dr. H.A.R Tilaar, M.Sc, Ed”, yang mengibaratkan model pendidikan anak-anak asia (Indonesia) sebagai seorang atlit pelari sprint, dan mengibaratkan anak-anak Amerika sebagai pelari marathon. Di mana seorang pelari sprint yang cepat berlari di awal lintasan, namun pada lintasan lari jarak jauh  akan mengalami kelelahan  dan bahkan berhenti. Sedangkan anak-anak Amerika pada awal lintasan yang pelan namun terus meningkat dan stabil untuk berlari dan mampu bertahan lama.
Semoga Sekolah Dasar Islam Cahaya Ilmu bersama dengan para orang tua/ wali murid dapat mewujudkan anak-anak yang sholeh/sholihah dan cerdas serta berakarakter kuat sehingga bisa menjadi generasi yang unggul di masa yang akan datang serta menjadi investasi dunia & akhirat bagi para orang tua. Amin ya Rabbal ’Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

IKRAR DAN DO’A PAGI

بسم الله ا لر حمن ا لر حيم"
Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
In the name of Allah the most gracious and the most merciful


ا شهد ان لا ا له ا لا الله و اشهد ا ن محمدا ر سو ل ا لله
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu adalah utusan Allah”
I witness that no Lord except Allah and I witness that Muhammad prophet is messager of Allah


ر ضيت با لله ربا و با الا سلا م د ينا
”Aku rela Allah sebagai Tuhanku dan Islam sebagai agamaku”
I am willing that Allah is my Lord and I am willing that Islam is my religion


و بمحمد نبي و ر سو لا وب القران اماما
”Dan Muhammad sebagai nabi dan rasulku dan Alqur’an sebagai pedomanku”
I am willing that Muhammad is prophet and messager of Allah and I am willing that Holy Qur’an is my way of life



ر ب زد ني علما و ار ز قني فهما
“Ya Allah tambahkanlah aku ilmu dan berilah aku kefahaman”
Oh Lord..please increase my knowledge and please broaden my intelligence, Oh lord please answer my pray Ameen                                                                          

PROFIL SEKOLAH


A.     VISI DAN MISI
Visi:
Terwujudnya Pribadi Unggul yang Sehat, Cerdas, Kreatif, serta Berakhlaqul Karimah, Sesuai Al Qur’an  dan Sunnah”
Misi :
1.        Ikut menjaga dalam pembiasaan pola hidup sehat
2.        Membantu menjaga pembiasaan positif perilaku anak.
3.        Menuntun anak menjadi pribadi yang Kreatif
4.        Mengoptimalkan potensi kecerdasan jamak anak.
5.        Bersama keluarga membangun pribadi anak yang Berakhlaqul Karimah



B.      TUJUAN
·         Sekolah yang Berpusat Pada Anak
·         Sekolah yang membuat anak suka belajar,
·         Sekolah yang menghargai fitrah dan perbedaannya,
·         Sekolah tang mengembangkan potensi kecerdasannya
·         Sekolah yang menjaga kreativitas dan kejujurannya
Sekolah yang membentuk akhlaqul karimah anak, bersama keluarga

KURIKULUM

1.      CREATIVE CURICULUM
Kurikulum yang diimplementasikan di SD Islam Cahaya ilmu adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)  yang dipadukan dengan “Creative Curiculum” khas Cahaya Ilmu. Kurikulum ini secara khusus di susun sesuai kebutuhan tumbuh kembang anak didik dan diintegrasikan dengan nilai-nilai keislaman

2.      MATERI PELAJARAN
v  Math
v  Sains
v  Social
v  Indonesian
v  English
v  Religion
v  Java
v  Art and Creativity
v  Civic
v  Holy Qur’an
v  Computer

     3.      TEMA DAN SUB TEMA SEMESTER I

      a)      Aku Anak Sholeh
-          Diri sendiri
-          Budi pekerti
-          Keluarga

      b)      Subhanalloh, Indahnya alamku
-          Kegemaran
-          Lingkungan
Pengalaman